Kasus Pembunuhan Makin Memanas Dibumiratu Nuban.

TIRASPOST.COM, LAMPUNG TENGAH – Sidang putusan perkara pembunuhan hingga berujung pembakaran rumah di Dusun II Kebagusan Kampung Bumiratu, Kecamatan Bumi Ratu nuban, Lampung Tengah berlangsung panas.

Pasalnya, massa yang jumlahnya ratusan, baik dari pihak keluarga korban maupun terdakwa Yusuf Sukarji (61) dan Gidion Dwi Kurniawan (30), menyaksikan langsung jalannya sidang di Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjungkarang, Kamis, 14 Maret 2019.

Yusuf dan anaknya, Gidion, menjadi terdakwa kasus pembunuhan hingga berujung pembakaran rumah di Dusun II Kebagusan Kampung Bumiratu, Kecamatan Bumi Ratu Nuban, Lampung Tengah, Minggu, 3 September 2018.

Pantauan TIRASPOST.COM, belasan polisi menggunakan senjata laras panjang berjaga untuk mengamankan jalannya persidangan.

Akibat banyaknya massa yang datang, ruang sidang pun tak cukup.

Bahkan, banyak yang rela berdiri untuk mendengar putusan majelis hakim.

Majelis hakim yang dipimpin Masriyati menyebutkan, kedua terdakwa secara sah terbukti bersalah melakukan tindak kekerasan hingga menghilangkan nyawa seseorang.

Hal itu seperti tertuang dalam pasal 351 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 KUHP.

“Adapun hal yang memberatkan karena perbuatan kedua terdakwa telah menghilangkan nyawa orang lain. Adapun hal yang meringankan terdakwa tidak berbelit-belit, terdakwa masih memiliki keluarga yang ditanggung, dan salah satu terdakwa memiliki usia lanjut,” ucap Masriyati.

“Maka mengadili Yusuf Sukarji dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan terdakwa Gidion Dwi Kurniawan pidana penjara tiga tahun,” tandasnya.

Putusan kedua terdakwa lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).

JPU Rosman Yusa sebelumnya menuntut Yusuf Sukarji selama lima tahun penjara dan Gidion Dwi Kurniawan dua tahun penjara.

Meski begitu, pihak keluarga korban tidak terima dengan putusan itu.

Mereka menginginkan hukuman paling tinggi.

Akibatnya, massa kedua kubu hampir terlibat bentrok.

Pihak keluarga korban keluar dari ruang persidangan sembari berteriak.

“Bisa kami kembalikan rumahnya asal hidupkan kembali nyawanya,” kata salah satu keluarga korban.

Ajukan Banding

Hanafi Sampurna, kuasa hukum kedua terdakwa, menyatakan banding atas putusan majelis hakim yang dinilai berlebihan.

“Kami banding, karena majelis hakim tidak mempertimbangkan fakta-fakta bahwa terjadinya keributan ini karena si Alwi (korban),” tegasnya.

Selain itu, kuasa hukum kecewa dengan putusan yang lebih tinggi dari tuntutan JPU.

“Hakim mengabaikan pembelaan diri tidak dipidanakan. Dan kami sudah ajukan saksi ahli jika pembelaan diri yang berlebihan tidak bisa dipidanakan,” ucap Hanafi.

“Yusuf dan Gidion jugalah korban, yang mana rumahnya juga dibakar oleh massa dan hingga saat ini belum diperbaiki dan keluarga mengungsi,” tambahnya.

Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut kedua terdakwa terlibat perbuatan tindak kekerasan hingga menyebabkan kematian pada Alwi.

Peristiwa ini terjadi pada Sabtu, 28 Juli 2018.

Ketika itu korban datang ke bengkel milik terdakwa Gidion.

Di bengkel, korban membeli oli motor namun tidak bisa membayar.

Ia pun menjaminkan ponsel miliknya dan diterima oleh terdakwa Gidion.

Keesokan harinya, datang seorang laki-laki yang mengaku disuruh oleh korban untuk menebus ponsel sekaligus membayar utang kepada Gidion sebesar Rp 30 ribu.

Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut kedua terdakwa terlibat perbuatan tindak kekerasan hingga menyebabkan kematian pada Alwi.

Peristiwa ini terjadi pada Sabtu, 28 Juli 2018.

Ponsel pun diserahkan oleh terdakwa Gidion kepada laki-laki tersebut.

Minggu, 3 September 2018 sekitar pukul 13.00 WIB, datanglah istri korban menanyakan ponsel yang sama.

Terdakwa Gidion pun mengatakan bahwa ponsel tersebut sudah ditebus oleh adiknya.

Mendengar hal itu, istri korban kemudian pulang.

Namun sekitar pukul 12.30 WIB, istri korban datang kembali dan mengatakan bahwa ponsel tersebut belum diambil.

Tetapi, Gidion bersikukuh bahwa ponsel itu telah diambil.

Istri korban pun menelepon korban dan berbicara kepada terdakwa Gidion dengan nada tinggi.

Korban mengatakan, “Saya tidak mau tau.”

Selanjutnya terdakwa Gidion menyuruh istri korban agar korban menemui terdakwa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara baik-baik.

Selang beberapa saat, terdakwa Gidion bertemu dengan korban.

Korban berkata dengan nada keras. “Gimana HP saya?”

Dijawab oleh terdakwa Gidion, “Kan sudah diambil sama adiknya.”

Korban pun mengajak terdakwa Gidion untuk mencarinya ke Kampung Bumiratu.

Tetapi, terdakwa Gidion mengaku tak bisa.

“Gak bisa. Kalau sekarang saya lagi repot. Besok aja kalo dia lewat saya panggil. Karena saya kenal tetapi tidak tau namanya.”

Tiba-tiba korban langsung menendang terdakwa Gidion hingga terjatuh.

Kemudian korban membacok wajah terdakwa Gidion hingga terluka.

Terdakwa pun lari menghindar.

Korban tetap mengejar terdakwa.

Tak lama kemudian, datanglah terdakwa Yusuf Sukarji.

Ia bermaksud melerai.

Tetapi, korban malah membacoknya menggunakan pisau laduk.

Yusuf mengalami luka di pipi sebelah kiri dan tangan kanan.

Lalu, terdakwa Gidion berusaha merebut senjata tajam yang dipegang korban hingga melukai tangannya.

Kemudian terdakwa Gidion dan terdakwa Yusuf mengambil batu.

Yusuf memukulkan batu tersebut ke korban yang mengenai bagian lengan, leher, dan kepala secara berulang kali.

Selanjutnya terdakwa Yusuf berusaha merebut senjata tajam yang dipegang korban.

Terdakwa Gidion dan korban terus berkelahi dengan tangan kosong dengan saling pukul dan saling tendang.

Hingga akhirnya korban terjatuh bersimbah darah.

Keluarga Korban Tak Terima 

Taufik, paman korban Alwi, tidak terima dengan putusan majelis hakim.

“Kami gak terima. Alasan saya ini (ponakan saya) mati,” ucap Taufik.

Taufik menyebutkan, hukuman kepada dua terdakwa itu terlalu ringan.

“Banding-bandinglah. Kalau hukuman tiga sama tujuh tahun itu kecil. Kayak maling ayam,” katanya lagi.

“Keluarga (terdakwa) yang pelaku katanya ngungsi, bisa kami ganti rumahnya. Tapi hidupkan nyawanya,” imbuhnya sambil berteriak lantang.(RF)

Pos terkait